Apakah benar orang jahat lebih sukses? Temukan alasan di balik fenomena ini serta bagaimana karakter dan strategi memengaruhi perjalanan menuju puncak
Terkadang kebaikan yang kita lakukan tidak selalu terbalas dengan sebuah kebaikan. Malah justru perbuatan buruklah yang terkadang kita dapatkan dari perbuatan baik yang kita lakukan. Tapi ketika kebaikan dibalas dengan kejahatan, apakah itu berarti kita harus berhenti berbuat baik?
Dalam pembahasan kali ini kita akan melihat beberapa alasan, mengapa menjadi orang jahat terlihat menguntungkan, serta alasan mengapa menjadi orang baik merupakan hal yang sulit.
Disini Anda juga akan menemukan beberapa penyebab mengapa orang baik selalu terkesan kalah, sedangkan orang jahat terkesan selalu menang dan mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Mari kita mulai.
Mungkin kita sering diajari serta mendengar kalimat seperti: “kebaikan mengalahkan segalanya”.
Berbagai macam hal baik seperti: “bekerja keras, bersikap adil, mengutamakan kejujuran, dan perbuatan baik lainnya”, saya yakin sudah kita ketahui dan sering kita dengarkan sebagai nasehat untuk maju ataupun meraih kesuksesan.
Tapi apakah benar begitu?
Apakah benar jika kita berbuat baik kita dapat menjadi maju?
Well…
Kita semua tahu, ada banyak sekali formula dan sikap mental yang digadang-gadang dapat digunakan untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan. Tapi sayangnya, banyak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa keadaannya tidak seperti nasehat kebanyakan orang.
Ambil satu contoh dari seorang Profesor bernama Jeffrey Pfeffer dari Stanford Graduate School of Business – Beliau mengatakan bahwa mendapatkan apresiasi positif dari atasan adalah hal yang jauh lebih penting daripada kerja keras yang sesungguhnya. Begitu juga sebaliknya, jika kita membuat atasan kita kesal, kerja keras kita tidak akan menjadi penyelamat kita.
Disebutkan juga jika menyanjung atasan memiliki daya yang begitu kuat, sehingga hal tersebut dapat begitu mempan. Bahkan meskipun atasan tahu jika sanjungan tersebut tidaklah tulus.
Hal ini juga dapat disebut dengan istilah “menjilat atasan”, dimana barangkali Anda pernah menemukan orang-orang yang menyebalkan seperti itu di sekitar Anda.
Tapi bukan hanya itu.
Para penjilat bukan satu-satunya yang “berhasil”.
Orang-orang yang kasar, jahat, brengsek, para pembully, serta orang-orang menyebalkan lainnya, juga termasuk dalam kriteria orang yang memiliki “nilai” lebih baik daripada yang lain.
Menurut Harvard Business Review, orang-orang yang cenderung “kurang setuju” (less-agreeable people) diberbagai hal dalam pekerjaan mereka, memiliki pendapatan cenderung lebih tinggi daripada mereka yang cenderung “mudah setuju” (agreeable people).
Hal ini bukan hanya sekedar opini, tapi terkadang orang yang menyebalkan memang lebih bagus dalam pekerjaannya daripada yang lain.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa seseorang yang terlalu baik dan patuh, seringkali dianggap sebagai orang yang kurang kompeten dalam pekerjaannya. Begitu juga sebaliknya, mereka yang terkesan menyebalkan malah justru dianggap sebagai orang yang lebih berdaya daripada mereka yang patuh.
Tapi mengapa orang-orang yang memiliki karakter “buruk” dan “curang”, cenderung berhasil serta dipandang sebagai orang yang berkompeten daripada mereka yang patuh?
Sebuah kajian berjudul “Bad is Stronger than Good” menyebutkan bahwa berbagai hal-hal buruk akan memiliki dampak lebih besar daripada hal-hal yang baik. “Emosi yang buruk, informasi yang buruk, berita buruk, feedback yang buruk” – semua penemuan ini menunjukkan bahwa berbagai macam ‘hal buruk lebih kuat, membekas, dan lebih banyak mendapatkan perhatian, daripada yang baik’.
Tapi apakah orang baik akan selalu kalah?
Apakah lantas Anda harus menjadi orang “buruk” agar mendapatkan semua yang Anda inginkan?
No. No. No.
Kita baru mulai.
Sekarang kita akan membahas dari sisi yang lain.
Mari kita mulai dengan beberapa pertanyaan;
Bagaimana jika setiap orang bertingkah buruk?
Bagaimana jika kita semua menjadi egois dan tidak dapat dipercaya ataupun bekerja sama dengan orang lain?
Juga bagaimana jika setiap orang menghalalkan segala cara untuk meraih apa yang mereka inginkan?
Dalam buku berjudul “Barking Up the Wrong Tree karya Eric Barker”, disebutkan bahwa perilaku buruk itu menular serta menyebar.
Atau dengan kata lain, melihat orang lain berbuat curang dan berhasil, akan meningkatkan potensi kecurangan dalam sebuah kelompok.
Seperti halnya jika Anda melihat teman Anda sedang mencontek dan berhasil, itu akan membuat Anda dan teman-teman Anda yang lain lebih mungkin untuk melakukan hal yang sama.
Karena sekali kita melihat seseorang melakukan kecurangan dan berhasil, kita cenderung beranggapan bahwa tindakan tersebut adalah boleh-boleh saja.
Hal tersebut terjadi serta terkait dengan tiga kategori dalam hal etika, yakni:
– Benar
– Salah
– Semua orang juga melakukannya
Terlepas sesuatu yang dilakukan adalah benar atau salah, namun jika semua orang melakukannya, tak ada orang yang ingin dianggap sebagai “pecundang” yang mematuhi aturan ketika semua orang lain tidak mematuhinya.
Sama halnya jika kita melakukan suatu kecurangan dalam bentuk apapun dan berhasil, kita akan cenderung untuk mengulanginya lagi dan lagi. Serta beranggapan bahwa lama-kelamaan kecurangan yang Anda lakukan adalah suatu hal yang normal. Hal tersebut juga termasuk dalam pola sesat pikir.
Namun dibalik segala perilaku buruk dan kecurangan yang dilakukan, hal tersebut juga menyimpan sebuah resiko besar dibaliknya.
Perilaku buruk ataupun keegoisan dapat menciptakan sebuah efek riak. Dimana jika Anda mulai untuk egois, curang, serta melakukan hal buruk lainnya untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan, itu akan memengaruhi orang disekitar Anda, serta berpeluang untuk menciptakan seorang “predator” lain yang menghalalkan segala cara seperti yang Anda lakukan.
Melakukan berbagai kecurangan memang terlihat menjanjikan. Tapi hal tersebut hanya berlaku dalam jangka waktu yang pendek.
Dalam jangka panjang, Anda akan menciptakan sebuah lingkungan ataupun kondisi dimana kepercayaan akan lenyap, kerja sama akan lenyap, dan segala faktor pendukung untuk meraih keberhasilan juga akan lenyap. Dan Anda dapat menciptakan sebuah kondisi lingkungan dimana Anda tidak ingin berada disana lagi.
You’ll be f*cked up
Sedangkan untuk benar-benar meningkatkan upaya dan kemungkinan keberhasilan, sejatinya kita perlu untuk menghindari untuk melakukan hal-hal buruk, menghindari faktor keegoisan, dan menciptakan kepercayaan, serta mencapai kerja sama.
Bukan hanya itu, menghindari perilaku buruk, saling percaya, serta mencapai kerja sama, bahkan juga berlaku jika kita ingin sukses dalam melakukan kejahatan.
Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sebuah gangster atau organisasi kriminal.
Gangster adalah kriminal. Mereka melakukan berbagai hal buruk. Tapi agar suatu organisasi kriminal dapat sukses, ia membutuhkan suatu sistem kepercayaan serta kerja sama.
Karena mereka saling percaya serta kuat dalam bekerja sama, mereka dapat melindungi anggotanya dari berbagai hal yang tidak mereka inginkan.
Anda dapat membayangkan bagaimana jika Anda adalah orang yang egois serta tidak dapat dipercaya dalam sebuah organisasi kriminal, barangkali akan ada banyak hal buruk yang akan menimpa Anda.
Organisasi kriminal yang sukses tahu bahwa keegoisan tidak dapat diterima, dan mereka bekerja sama dengan baik bukan karena kemurahan hati, akan tetapi karena hal tersebut merupakan hal yang sehat bagi bisnis.
Karena bisnis yang baik adalah bisnis yang memperlakukan orang dengan benar.
Dari sini saya yakin jika Anda sudah dapat melihat bahwa berbagai perilaku buruk berupa keegoisan, kecurangan, dan berbagai hal buruk lainnya, tidaklah dapat diterima oleh siapapun.
Bahkan tidak akan diterima dalam organisasi kriminal sekalipun.
Dijelaskan dalam buku karya Profesor Adam Grant berjudul “Give and Take”, orang terbagi menjadi tiga jenis:
Para Pemberi – orang yang baik hati dan suka memberi kepada orang lain
Para Pengambil – orang yang dengan egois selalu berusaha lebih banyak mengambil dan lebih sedikit memberi, serta orang yang cenderung memanfaatkan juga mengeksploitasi Para Pemberi
Para Penyeimbang – orang yang berusaha menjaga keseimbangan antara memberi dan menerima
Saya yakin jika kita mengenal orang-orang dengan tiga kriteria berbeda di atas.
Untuk Para Pengambil saya juga begitu yakin jika Anda mengenal seseorang yang berperilaku buruk, penjilat, penghianat, dan orang-orang dengan kriteria brengsek lainnya.
Hal yang ingin saya sampaikan kali ini mungkin akan agak sedikit bertentangan dengan apa yang sudah saya tuliskan sebelumnya.
Pada awal pembahasan, saya menuliskan jika orang-orang yang berperilaku buruk, brengsek, ataupun para penjilat (Para pengambil), memang tampak lebih dihargai, lebih bernilai, atau dapat dibilang lebih sukses, daripada Para Pemberi.
Itu memang benar.
Namun, menurut temuan dari Agam Grant, orang yang berada dalam puncak metrik kesuksesan, dan lebih tinggi daripada kesuksesan para Pengambil – adalah mereka para Pemberi.
Jika Anda berpikir bahwa para Pemberi adalah orang yang kalah – itu memang benar. Tapi mereka juga menang.
Memiliki keunggulan bukan berarti harus menang dalam setiap babak permainan.
Para Pengambil memang menang dalam jangka waktu yang pendek dan akan memiliki kerugian dalam jangka waktu panjang. Tapi pada akhirnya, jika Anda adalah seorang Pengambil, tidak akan ada orang yang ingin menolong Anda karena mereka tahu seperti apa Anda sebenarnya.
Ditambah lagi jika Anda adalah seorang Pengambil, selagi Anda meracuni lingkungan dimana Anda berada sekarang, Anda juga sedang membuat musuh Anda sendiri, dan musuh terbesar dari para Pengambil adalah semua orang, bahkan para Pengambil lainnya.
Apalagi dalam realita, sebagian besar dari kita selalu berinteraksi dengan orang yang sama secara berulang-ulang. Jika Anda adalah seorang Pengambil dan mengkhianati mereka, Anda dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada diri Anda sendiri.
Mereka akan mengingatnya, Anda akan merusak berbagai hal yang menguntungkan dalam jangka panjang, Anda tidak akan dipercaya, dan hidup Anda mungkin akan berantakan.
Para Pengambil adalah para pecundang besar yang sesungguhnya.
Jika para Pengambil akan dipusingkan oleh “buah” dari berbagai perbuatan yang mereka lakukan, para Pemberi hanya cukup mengkhawatirkan para Pengambil yang seringkali mengeksploitasi mereka.
Sisi positif dari para Pemberi adalah mereka bukanlah musuh setiap orang, dan mereka juga akan mendapatkan dukungan dari para Penyeimbang, serta satu-satunya hal yang perlu mereka khawatirkan hanyalah para Pengambil.
Ditambah lagi dalam kehidupan nyata, sebuah kepercayaan dan kerja sama jauh lebih menguntungkan serta lebih murah, daripada melakukan berbagai hal buruk atau menjadi seorang Pengambil.
Jika perilaku buruk dapat menular serta memengaruhi suatu kelompok, kabar baiknya hal ini juga berlaku sebaliknya. Kebaikan juga dapat menular serta memengaruhi orang-orang disekitar kita.
Namun bagaimana jika kita bersikap terlalu baik dan dimanfaatkan oleh orang lain?
Tidak mementingkan diri sendiri bukanlah tindakan terpuji, tapi tindakan konyol.
Memang sifat manusia secara alami ketika orang melakukan terlalu banyak dan tidak pernah belajar untuk mengatakan “tidak” dalam berbagai hal, mereka akan dimanfaatkan.
Menjadi orang yang terlalu baik memang sebenarnya adalah strategi serta langkah yang buruk untuk maju.
Dalam bukunya, Adam Grant juga mengatakan jika kita terlalu banyak memberi dapat mengarah pada habisnya energi.
Oleh karena itu, salah satu solusinya adalah Anda dapat meluangkan waktu satu hingga dua jam seminggu untuk membantu orang lain, sehingga Anda tidak perlu merasa bersalah, dan tidak ada alasan untuk menganggap diri Anda tidak memiliki waktu luang untuk membantu orang lain.
Sebagian orang seringkali lebih menginginkan sesuatu yang memiliki gratifikasi dalam jangka pendek, serta meremehkan tentang apa yang dapat mereka raih dalam jangka panjang.
Karena itu, menjadi seorang Pemberi adalah hal yang bisa terasa sangat menyusahkan, karena banyak orang menginginkan segala sesuatu yang bersifat instan.
Perlu dicatat, disini saya tidak menyarankan Anda untuk menjadi seorang Pengambil. Karena saya rasa Anda sudah dapat memahami dengan cukup jelas, mengenai dampak serta resiko yang harus diambil.
Memang menjadi orang baik itu sulit. Tapi ada begitu banyak alasan untuk menjawab mengapa kita harus berbuat baik kepada orang lain, daripada alasan untuk kita menjadi “jahat”.
Namun jika Anda tetap memutuskan untuk menjadi seorang pengambil, well… saya juga tidak peduli, itu semua terserah Anda.
Segala keputusan ingin menjadi seperti apa, semuanya terletak pada diri Anda sendiri.
Apapun pilihannya, semua hal pasti memiliki harga yang harus dibayar.
Bak seperti racun, Anda diharuskan untuk memilih racun mana yang ingin Anda minum.
Kita tidak dapat lepas dari konsekuensi serta resiko yang harus ditanggung.
Apapun itu.
Semoga bermanfaat.
Regards,
AL
Apakah benar orang jahat lebih sukses? Temukan alasan di balik fenomena ini serta bagaimana karakter dan strategi memengaruhi perjalanan menuju puncak
Benarkah media sosial selalu berdampak buruk bagi kesehatan mental remaja? Cari tahu fakta, dampak positif dan negatifnya dalam artikel ini!
Self-compassion adalah langkah pertama dalam mencintai diri sendiri. Temukan cara mempraktikkannya untuk meningkatkan kesejahteraan mental
Regulasi emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengenali dan mengelola emosi yang dirasakan. Simak pembahasan lengkapnya!
Mengatasi rasa cemas perlu Anda lakukan sedini mungkin sebelum kondisinya semakin parah. Berikut panduan mengatasinya!
Kemampuan mengelola waktu adalah hal mendasar untuk dapat menjadi efektif dan terorganisir dalam banyak hal. Simak 9 cara mengelolanya!