Saya yakin jika kita semua sudah sering mendengar istilah “global warming” atau “pemanasan global”. Selain itu, mungkin kita juga pernah berpikir jika kita tidak terlalu berperan penting dalam masalah lingkungan yang satu ini, dan justru orang lain-lah yang jauh lebih berperan penting dan pantas dalam memikirkan masalah tersebut.
Tapi coba pikirkan lagi, bagaimana jika 7 miliar manusia di bumi ini berpikir dengan cara yang sama seperti itu?
Dalam artikel kali ini, saya akan membahas perihal pemanasan global dari sudut pandang yang sedikit berbeda, dengan harapan supaya kita dapat berpikir ulang mengenai masalah lingkungan yang satu ini.
Mari kita mulai.
Sebelum masuk lebih dalam mengenai pembahasan tentang pemanasan global, kita harus memahami terlebih dahulu mengenai definisi pemanasan global itu sendiri.
Secara umum pemanasan global adalah fenomena peningkatan suhu rata-rata atmosfer bumi, lautan, dan daratan akibat peningkatan konsentrasi emisi gas rumah kaca.
Peningkatan suhu ini juga diiringi dengan cuaca ekstrem, perubahan iklim, dan secara langsung peningkatan suhu global juga akan membuat es atau gletser di kutub bumi ikut meleleh.
Karena hal tersebut, dapat dipastikan jika tidak ada hal positif yang dapat kita rasakan dengan peningkatan suhu global yang semakin tinggi. Karena pemanasan global sendiri memiliki dampak yang sangat luas dan dapat mengancam ekosistem, kesehatan manusia, hingga keamanan pangan.
Beberapa penyebab pemanasan global seperti penebangan hutan, emisi gas kendaraan bermotor, limbah industri, penggunaan listrik yang berlebihan, mungkin sudah sering kita dengar. Bahkan, sebagian besar dari kita dapat dipastikan sudah menyadari seberapa berbahayanya hal tersebut bagi bumi dan kelangsungan hidup manusia.
Selain itu, sudah menjadi rahasia umum jika manusia adalah dalang utama dalam kerusakan lingkungan serta ekosistem di bumi.
Namun ironisnya, banyak kegiatan-kegiatan ataupun campaign mengenai persoalan lingkungan telah dijalankan, tapi sejauh ini, itu semua gagal untuk mengubah perilaku banyak orang.
Realitanya, manusia tidak serius dalam menghadapi dan melakukan pengorbanan yang diperlukan untuk menghentikan bencana dan kerusakan yang terjadi.
Salah satu contoh pergerakan paling besar dalam menangani kasus emisi gas rumah kaca dan pemanasan global adalah ‘Protokol Kyoto’ pada tahun 1997. Tapi sayangnya, protokol tersebut hanya bertujuan untuk menghambat pemanasan global, dan bukan untuk menghentikannya.
Lalu, apa penyebab utama pemanasan global yang membuat hal tersebut menjadi sulit untuk dihentikan?
Dapat dikatakan jika pemanasan global terjadi karena pertumbuhan ekonomi.
Memang, secara kasat mata pemanasan global dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang berbeda, dan seolah-olah tidak berkaitan antara satu dengan yang lain. Namun faktanya, dua hal tersebut ternyata amat sangat berkaitan.
Mengapa demikian?
Berikut penjelasannya.
Pertumbuhan ekonomi dapat dibilang sangat berperan penting bagi manusia. Karena ketika manusia berproduksi lebih banyak, kita juga bisa mengonsumsi lebih banyak, dan juga berdampak dalam menaikkan standart hidup bagi setiap orang.
Terlebih lagi, selama manusia berkembang biak, otomatis pertumbuhan ekonomi sangatlah dibutuhkan untuk mencukupi kehidupan setiap orang. Dan jika ekonomi tidak tumbuh, atau bahkan turun dan menyebabkan krisis, hal tersebut akan berdampak fatal dan bisa jadi menyebabkan kerusuhan dimana-mana.
Kita semua tahu jika ekonomi terus bertumbuh hal tersebut akan membuat standart hidup manusia meningkat, tingkat kemiskinan menurun, dan tingkat pengangguran juga akan menurun.
Begitu juga sebaliknya, jika ekonomi tidak bertumbuh, tingkat kemiskinan akan semakin melonjak, pengangguran akan semakin banyak, dan pemberontakan ataupun tingkat kriminalitas dapat meningkat.
Selain itu, dapat dikatakan jika kita semua memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mulai dari ideologi yang berbeda, budaya, agama, dan tujuan yang berbeda juga. Tapi meskipun begitu, pertumbuhan ekonomi tetaplah menjadi kunci untuk dapat merealisasikan tujuan kita yang beragam.
Oleh karena itu, untuk dapat menghidupi manusia, secara otomatis faktor ekonomi harus terus bertumbuh, dan berita mengenai pertumbuhan ekonomi selalu merupakan berita yang enak untuk kita dengarkan. Ditambah lagi, untuk memastikan ekonomi dapat terus tumbuh, kita harus menemukan sumber daya yang tidak akan habis. Satu solusinya adalah dengan terus mengeksplorasi serta menaklukan lahan-lahan baru meskipun akan berdampak pada kerusakan ekologi atau lingkungan.
Karena hal itulah, pertumbuhan ekonomi dan kerusakan lingkungan berkaitan antara satu dengan yang lain.
Sebuah fakta menarik dapat kita lihat dalam gambar berikut.
Dari gambar di atas, menurut riset dapat kita lihat jika penurunan kecil kadar emisi gas pada tahun 2008 hingga 2009 terjadi karena krisis ekonomi global. Selain itu, dapat kita lihat jika penurunan kadar emisi gas juga terjadi saat krisis ekonomi global pada tahun 2020, ketika seisi dunia dilanda wabah COVID 19.
Mendengar kata ‘krisis ekonomi’, dapat dipastikan tidak akan ada satupun pemerintahan yang ingin mengalaminya.
Tapi, jika kemajuan dan pertumbuhan benar-benar berakhir dengan hancurnya ekosistem, harga itu harus dibayar bukan hanya oleh manusia, melainkan semua makhluk di bumi.
Ditambah lagi, seringkali ketika ada bencana melanda, yang miskin hampir selalu jauh lebih menderita daripada yang kaya. Bahkan jika yang kaya-lah yang menjadi penyebabnya.
Pemanasan global sudah membawa dampak besar pada kehidupan masyarakat miskin di negara-negara afrika yang gersang, daripada masyarakat makmur di barat.
Lalu jika orang miskin adalah yang pertama yang akan menanggung ketika bencana ekologi dan stagnansi ekonomi itu datang, pertanyaan yang muncul adalah “mengapa mereka tidak memprotesnya?”.
Jawabannya adalah karena dalam sebuah dunia kapitalis, hidup orang miskin hanya akan membaik jika ekonomi tumbuh. Karena itu, tidaklah mungkin untuk mendukung setiap langkah dalam mengurangi ancaman ekologi di masa depan.
Melindungi lingkungan memang ide yang sangat bagus, tapi mereka yang tak bisa makan, akan jauh lebih khawatir uang mereka ‘kering’ daripada urusan melelehnya es kutub
Boleh jadi kita berpikir jika apa yang kedengarannya seperti kenaikan kecil 1 atau 2 derajat tidak akan berdampak besar.
Namun, para saintis telah melakukan riset mengenai hal tersebut dan hasilnya tidak bagus. Bahkan dalam banyak hal, kenaikan kecil 2 derajat dapat membawa dampak yang 100% lebih mematikan jika dibandingkan dengan 1,5.
Kita sekarang secara rutin menghasilkan karbon dioksida. Pesawat terbang, mobil, dan pembangkit listrik menghasilkan karbon dioksida seratus kali lebih banyak daripada gunung berapi. Ditambah lagi, gas emisi bersifat menjebak panas yang menyebabkan suhu rata-rata bumi naik. Dapat dibilang makin banyak gas emisi rumah kaca, makin tinggi juga kenaikan suhu. Dan sekalinya ada di atmosfer, gas rumah kaca akan tetap berada di sana dalam waktu yang lama.
Oleh karena itu, tidak ada hal menyenangkan yang dapat kita rasakan dengan meningkatnya suhu planet. Kekeringan makin parah, badai makin kuat, gelombang panas semakin mematikan adalah contoh beberapa konsekuensi yang harus kita tanggung.
Bahkan secara singkat dalam buku How To Avoid Climate Disaster karya Bill Gates, dikatakan jika kita ingin mengerti jenis kerusakan yang akan disebabkan perubahan iklim, kita dapat melihat peristiwa wabah COVID 19 dan membayangkan kerusakannya menyebar lebih lama, bahkan dapat menjadi lima kali lebih mematikan dari apa yang kita alami pada tahun 2020 yang lalu.
Beberapa cara yang tersebar di internet seperti berhemat listrik, menggunakan energi alternatif, mengurangi sampah, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, melakukan reboisasi, dan lain sebagainya, cara-cara tersebut mungkin sudah sering kita baca ataupun dengarkan.
Namun kabar buruknya adalah semua langkah tersebut hanya efektif untuk memperlambat laju dari pemanasan global. Bukan untuk menghentikannya.
Jika langkah-langkah tersebut terus dilakukan, suhu planet tetap akan terus meningkat secara perlahan. Dan konsekuensi yang harus kita tanggung tetap akan datang cepat atau lambat.
51 miliar adalah angka jumlah ton gas rumah kaca yang dunia tambahkan ke atmosfer setiap tahun. Dan jika kita ingin menghentikan pemanasan global, angka 51 miliar harus menuju angka nol.
Memang hal tersebut akan sulit untuk dilakukan, karena dunia belum pernah melakukan apa pun sebesar itu. Akan terdapat banyak hal yang harus dirombak, seperti sistem pertanian, manufaktur, serta mengganti sebagian besar pembangkit listrik di dunia.
Tapi apakah kita dapat melakukannya?
Mungkin hanya waktu yang dapat memberikan jawaban.
Pemanasan global dan perubahan iklim adalalah sebuah masalah yang hanya dapat diselesaikan jika setiap orang di seluruh dunia mengusahakan hal yang sama.
Secara dasar, memang kita sebagai manusia memiliki kendali atas seluruh bumi beserta isinya. Namun kali ini, masalah yang harus dikendalikan bukanlah alam, melainkan pengendalian atas kendali alam.
Pemanasan global adalah masalah bagi semua orang. Karena itulah, hal ini juga harus dipikirkan oleh semua orang.
Dan saya, ingin Anda untuk berpikir.
Semoga artikel ini bermanfaat.