L
o
a
d
i
n
g
Offcanvas Menu Open
Logo

Mengapa Indonesia Sulit Menjadi Negara Maju?

mengapa indonesia sulit menjadi negara maju
Table of Contents

Mengapa Indonesia sulit menjadi negara maju?

Mungkin pertanyaan ini telah lama menggema dalam kepala banyak orang.

Berbagai faktor seperti kurangnya akses pendidikan, kesehatan, serta korupsi, adalah sebagian dari banyaknya faktor penyebab yang ada.

Namun, yang ingin saya bahas di sini adalah salah satu faktor lain yang jarang dibahas, tapi sebenarnya dapat kita ubah dan dapat kita mulai dari diri sendiri.

Salah satu faktor yang ingin saya bahas kali ini adalah mengenai banyaknya masyarakat kita yang ‘sombong’.

Sombong yang saya maksud di sini bukan soal arogansi atau soal pamer harta kekayaan gono gini.

Tapi mengenai sikap angkuh akan pengetahuan yang minim, dan secara aktif menolak untuk belajar lebih jauh, serta tak mau melepaskan apa yang mereka yakini.

Masalah di sini bukanlah tentang ketidaktahuan.

Tapi tentang banyaknya masyarakat kita yang dengan angkuh menyimpulkan sejak awal, bahwa mereka sama sekali tidak perlu belajar atau mengetahui berbagai hal, dan merasa benar meskipun mereka benar-benar salah.

Fenomena Kesombongan Intelektual di Masyarakat

Saya yakin jika kita semua sudah familiar dengan Dunning-Krueger effect.

Dimana semakin bodoh seseorang, semakin dirinya yakin kalau ia sebenarnya tidak bodoh. Semakin tidak kompeten seseorang, semakin ia justru percaya diri.

Salah satu contohnya mungkin pernah kita jumpai di sosial media, dimana orang yang paling tidak memiliki informasi justru menjadi pusat perhatian atau berteriak paling keras. Entah dalam bentuk postingan, atau pun dalam kolom komentar.

Seperti komentar-komentar dalam sebuah postingan di bawah ini;

Kesombongan intelektual di masyarakat yang membuat indonesia sulit menjadi negara maju

Mungkin ini akan terdengar sedikit tidak mengenakkan, tapi dari hal tersebut dapat dikatakan; jika sebagian masyarakat kita memang tidak cukup cerdas untuk mengetahui kesalahan pada diri sendiri. Hanya mendengar hal yang ingin didengar, dan menolak fakta yang tidak disukai.

Tapi mengapa itu semua bisa terjadi?

Anti Terhadap Belajar dan Kritik

Kita semua memiliki masalah, seperti “bias konfirmasi”, yaitu kecenderungan alami untuk hanya menerima bukti yang mendukung hal yang sudah kita percayai.

Bahkan, sekarang banyak masyarakat kita yang cenderung untuk menghakimi orang lain jika tidak sejalan dengan pendapat yang ia pegang. Menganggap diri sendiri adalah yang paling pintar, paling benar, dan menjadi orang yang kejam di balik papan ketik.

Ini adalah kebalikan dari pendidikan yang seharusnya bertujuan membuat manusia, betapapun pintar atau berhasilnya mereka, menjadi pembelajar seumur hidup.

Selain itu, kesombongan intelektual di masyarakat kita bukan hanya menyiratkan rendahnya kecerdasan yang dimiliki, tapi juga mengarah pada ketidakpedulian.

Ada banyak contohnya yang dapat kita lihat;

  • – Mulai dari merokok di tempat yang jelas-jelas ada larangan.
  • – Membawa anak kecil ke bioskop dengan rating film yang tidak sesuai.
  • – Menganggap tokoh idola selalu benar dan menolak kritik terhadapnya.
  • – Masih percaya pada dukun dan hal-hal klenik.
  • – Tetap berjudi ditengah maraknya edukasi mengenai judi itu sendiri.
  • – Mudah tersulut emosi dan terprovokasi isu SARA.
  • – Dan masih banyak lagi.
  •  

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa di tengah kemudahan mengakses informasi, banyak orang justru tidak tertarik untuk belajar lebih jauh. Pengetahuan tersedia di mana-mana, tetapi keinginan untuk memahami makin langka.

Kabar buruknya, hal-hal tersebut bukan hanya muncul dari masyarakat biasa.

Inkompetensi yang Merugikan Banyak Orang

Selain pada masyarakat biasa, isu-isu tak penting, pemikiran setengah matang, dan keangkuhan akan pengetahuan yang kurang, juga terjadi pada lembaga-lembaga di Indonesia, orang-orang penting dan berpengaruh, bahkan selebritas dengan banyak pengikut, yang seharusnya tahu lebih baik dan bertindak lebih bijak.

Contohnya dapat kita lihat ketika wabah pandemi corona virus masih melanda. Dimana salah satu menteri kita menyesatkan masyarakat dengan klaim kalung anti covid-19nya.

Bukan hanya itu, terdapat contoh-contoh lain dimana orang yang memiliki pengaruh justru menyesatkan, memprovokasi, dan memperburuk keadaan.

Keangkuhan akan pengetahuan yang kurang dan inkompetensi pada berbagai pihak

Hal ini bisa dikatakan berbahaya, karena inkompetensi merugikan lebih banyak orang daripada kriminal. Ditambah lagi, pihak-pihak tersebut memiliki pengaruh, jabatan, dan juga memiliki banyak jumlah pengikut.

Mengapa Terus Belajar Itu Penting

Semakin tidak kompeten seseorang, semakin dia tidak tahu ketika dia salah atau orang lain benar. Semakin dia berusaha berpura-pura, semakin dia tidak mampu mempelajari apa pun.

Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita dapat sadar akan keterbatasan pengetahuan yang kita miliki. Menjadi pembelajar seumur hidup, dan tidak merasa kesal kepada orang yang mengoreksi atau menyalahkan kita mengenai hal-hal yang tidak kita pahami.

Sebagian besar penyebab ketidaktahuan dapat diatasi jika masyarakat Indonesia bersedia belajar.

Karena pada dasarnya, semakin banyak hal yang kita pelajari dan pahami, semakin kita menyadari betapa sedikit yang sebenarnya kita tahu.

Apa yang Dapat Kita Ubah dan Lakukan?

Pengetahuan adalah kekuatan, dan membaca buku selalu menjadi salah satu senjata terbesar melawan misinformasi, manipulasi, dan cara berpikir yang sempit.

Membaca memungkinkan kita berpikir kritis, mempertanyakan, dan mencari kebenaran. Membaca memaksa kita untuk memperlambat langkah dan untuk benar-benar memahami, bukan sekadar menerima apa yang disampaikan secara mentah-mentah.

Ditambah lagi, membaca juga berarti menantang diri kita sendiri. Memaksa kita menghadapi gagasan-gagasan yang mungkin selama ini kita hindari, melangkah ke dalam pemikiran orang-orang yang tak akan pernah kita temui, dan mempertanyakan berbagai hal di dunia sekitar kita.

Berbeda dari media sosial yang cepat dan dangkal, membaca buku butuh waktu, perhatian, dan emosi. Buku mengajak kita merenung, menghadapi ketidaknyamanan, dan memahami pandangan yang berbeda dari kita.

Dunia ini sudah cukup penuh dengan orang yang merasa paling tahu padahal cuma modal quotes dari Instagram.

Jadi saran saya, cobalah baca buku. Tantang diri sendiri. Ajukan pertanyaan. Cari cerita atau topik-topik yang menggugahmu.

Karena bukan cuma kulit, otak juga butuh perawatan.

Regards,

AL

Share this post

© 2025 | BY SLASHROSE.ID