Terlalu banyak berbicara dan lebih sedikit mendengarkan, merupakan salah satu sikap yang dapat dibilang sangat menyebalkan yang barangkali pernah kita temui dalam diri seseorang. Oleh karena itu, menjadi pendengar yang baik bagi seseorang merupakan salah satu skill yang penting untuk dibangun, karena kita dapat memahami lebih banyak hal dengan mendengarkan daripada dengan banyak berbicara. Ditambah lagi, selain bermanfaat bagi orang lain ternyata manfaat menjadi pendengar yang baik juga memiliki manfaat bagi diri sendiri.
Dan inilah manfaat menjadi pendengar yang baik bagi diri sendiri, yang harus Anda pahami!
Mengubah Paradigma
Untuk memahami betul mengenai “sebuah paradigma” dan manfaat menjadi pendengar yang baik bagi diri sendiri serta orang lain, saya memiliki sebuah kisah yang tepat untuk Anda baca.
Silakan baca sampai selesai untuk memahami apa yang akan saya sampaikan.
Semua berawal karena liburan.
Pernah suatu ketika Ibu saya berencana untuk pergi berlibur bersama rekan-rekan kerjanya. Dapat dipastikan jika Ibu saya memiliki ekspektasi jika dirinya akan bersenang-senang, berfoto bersama teman-temannya, membelikan oleh-oleh (khususnya untuk saya), dan menikmati liburannya.
Namun, ditengah perjalanan mobil yang Ibu saya tumpangi beserta rombongannya berserempetan dengan mobil lain, yang mengakibatkan kaca spion dari mobil lain yang berlawanan patah.
Dapat ditebak, perdebatan pun terjadi. Tidak ada pihak yang ingin mengalah – termasuk si Pria yang mengemudi mobil yang satunya lagi.
Semua pihak merasa benar dan tidak ada yang ingin disalahkan.
Si Pria tersebut juga meminta ganti rugi atas patahnya kaca spion mobilnya, namun seluruh pihak dari rombongan Ibu saya juga menolak karena merasa bukan mereka-lah yang salah. (Ngomong-ngomong saya merasa kasihan terhadap pria yang satu ini – bisa Anda bayangkan bagaimana satu orang berhadapan dengan ibu-ibu cerewet bukan)
Pada akhirnya, kasus pun dibawa ke kantor polisi terdekat untuk dilakukan mediasi dengan pihak yang berwenang.
Dan sebelum mediasi dilakukan kedua belah pihak diberikan waktu untuk menenangkan diri.
Setelah beberapa menit berlalu, emosi dari kedua belah pihak pun mereda. Namun, terdapat sebuah kejadian unik, dimana ternyata Ibu saya mengamati Pria tersebut yang sedari tadi nampak sedang memperhatikan sebuah foto yang ia keluarkan dari dompetnya.
Ibu saya pun mendekat dan perbincangan pun terjadi.
“Saya perhatikan sejak tadi, Anda terus duduk diam disini sambil terus menerus melihat foto yang anda keluarkan dari dompet Anda Pak” Ibu saya membuka obrolan.
Pria itu pun menjawab, “Ya, ini adalah fotoku bersama mendiang istriku, dia telah meninggal dunia sejak beberapa hari yang lalu”.
Sontak Ibu saya pun langsung kaget dan merasa iba terhadap si Pria tersebut. Singkat cerita, setelah berbicara dan mendengar kejadian yang baru saja dialami oleh Pria tersebut, Ibu saya beserta teman-temannya yang lain langsung meminta maaf dan akan mengganti rugi segala kerusakan yang diterima.
Namun, Pria tersebut juga menolak pembayaran atas ganti rugi yang ditawarkan, dan juga meminta maaf kepada rombongan Ibu saya atas kelalaiannya saat mengemudi. Bahkan hal tersebut terjadi sebelum mediasi dimulai.
Dapatkah Anda membayangkan apa yang dirasakan oleh Ibu saya beserta teman-temannya waktu itu? Hal yang Ibu saya alami merupakan sebuah contoh dari “pergeseran paradigma” yang Ibu saya beserta rombongan teman-temannya yang lain alami.
Dapat kita lihat, bahwa secara tiba-tiba Ibu saya melihat segala sesuatunya dengan cara yang berbeda, setelah mendengar dan mengetahui kejadian apa yang telah dialami dan telah menimpa sang Pria tersebut.
Karena melihat hal dengan sudut pandang berbeda, Ibu saya juga berpikir dan merasakan segala sesuatunya dengan cara yang berbeda, serta diikuti dengan tindakan yang berbeda pula.
Rasa kesal dan rasa marah yang sebelumnya timbul tiba-tiba lenyap. Tergantikan dengan rasa duka, simpati, dan rasa belas kasih.
Alih-alih melampiaskan emosi dan kesedihannya kepada orang lain, Pria tersebut juga pada akhirnya memilih untuk memaafkan dan meminta maaf dengan tulus.
Dari cerita yang telah saya paparkan, kita dapat melihat dengan jelas bahwa dengan mendengar dan memahami, hal tersebut dapat mengubah pola pikir kita dan berujung dapat mengubah paradigma kita akan sesuatu.
Dan bagi Anda yang belum memahami arti dari paradigma, dalam pengertian lebih umum menurut Stephen R. Covey – paradigma adalah cara kita “melihat” dunia – bukan melihat dari segi indra penglihatan, tapi dari segi merasakan, mengerti, dan menafsirkan.
Barangkali, apa yang dirasakan oleh Ibu saya beserta teman-temannya yang lain pada waktu itu dapat Anda rasakan ataupun bayangkan juga saat ini. Bagaimana kebingungan dan rasa bersalah tiba-tiba muncul dihadapan orang yang ternyata sedang berduka.
Itulah mengapa, manfaat menjadi pendengar yang baik juga dapat dirasakan oleh diri sendiri maupun orang lain.
Ada beberapa hal yang dapat saya sampaikan melalui cerita tersebut:
Kita tidak pernah tahu kejadian apa yang pernah menimpa orang lain dalam hidupnya. Alangkah lebih baik jika kita tidak langsung menghakimi ataupun menarik sebuah kesimpulan atas berbagai hal.
Emosi atau rasa marah sering kali bukan solusi yang tepat dalam menghadapi masalah. Justru, emosi seringkali malah menjadi pemicu untuk memperburuk keadaan. Alangkah lebih baik jika kita dapat mengontrol emosi kita, mengubah pola pikir kita, menjadi pendengar yang baik atas berbagai hal, dan tetap memilih untuk bersabar.
Mengubah Gagasan
Setiap orang pasti memiliki nilai-nilai atau gagasan-gagasan yang selalu mereka anggap “benar”, dan nilai-nilai tersebut relatif berbeda akan seorang dengan yang lain.
Sebagai contoh, jika Anda bertanya kepada teman-teman Anda mengenai makanan apa yang mereka sukai atau makanan apa yang menurut mereka paling enak, jawabannya pasti akan relatif berbeda.
Bahkan saya sendiri pernah berpikir, jika semua orang pasti menyukai yang namanya coklat dan juga durian. Akan tetapi ternyata saya salah, beberapa teman saya ternyata sangat tidak menyukai coklat dan durian, padahal saya begitu yakin kalau makanan tersebut adalah makanan yang tergolong memiliki rasa sangat enak.
Akan tetapi realitanya tidak demikian. Ternyata teramat banyak orang yang tidak suka memakan coklat ataupun durian, bahkan mungkin mencium aromanya saja akan membuat mereka mual ataupun pusing.
Hal tersebut merupakan contoh kecil dari gagasan-gagasan yang saya miliki. Dan meskipun saya menganggap bahwa durian serta coklat merupakan sesuatu yang enak untuk disantap, ternyata gagasan yang saya miliki tidak selalu berlaku bagi orang lain.
Gagasan mengenai makanan memang terlihat sepele bukan? Namun, bagaimana jika gagasan-gagasan tersebut kita ubah.
Bagaimana jika gagasan tersebut bukan tentang makanan, akan tetapi mengenai prinsip, cara pikir, komitmen, penilaian, kepercayaan?
Bagaimana jika gagasan yang kita yakini benar, kita paksakan ke orang lain?
Anda bisa membayangkan apa yang akan terjadi?
Ya, perdebatan yang tidak ada habisnya, atau mungkin yang paling parah adalah perpecahan dimana-mana.
Saya seringkali melihat di kolom komentar beberapa postingan di media sosial yang berisi perdebatan antara satu orang dengan yang lain. Inti dari perdebatan tersebut biasanya selalu sama dan hanya satu, yakni membuktikan siapa yang paling benar dan siapa yang salah.
Ditambah lagi, secara umum reaksi pertama kita terhadap gagasan orang lain (terutama yang berbeda gagasan dengan kita) adalah cenderung penilaian atau penghakiman. Dan jika kita sudah menyalahkan orang lain dari awal, itu sama saja kita sudah menutup diri untung memahami serta untuk menaruh pengertian terhadap orang lain.
Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita memahami orang lain terlebih dahulu sebelum orang lain memahami diri kita. Karena bisa jadi, justru gagasan orang lain lah yang benar, dan gagasan kita lah yang salah.
Dan karena hal tersebut, menjadi pendengar yang baik merupakan salah satu skill penting yang butuh untuk kita asah dan pelajari. Supaya kita dapat memperluas sudut pandang, serta dapat memahami orang lain dengan lebih baik.
Angka enam, dapat berubah menjadi angka sembilan jika kita melihatnya dalam sudut pandang yang berbeda bukan?
Oleh karena itu, dengan menjadi pendengar yang baik, hal tersebut bukan saja akan bermanfaat untuk orang lain, namun manfaat menjadi pendengar yang baik juga dapat kita rasakan untuk diri kita sendiri
Kesimpulan
Sebenarnya manfaat menjadi pendengar yang baik bagi diri sendiri tidak hanya sebatas dari apa yang saya sampaikan pada artikel kali ini.
Masih banyak manfaat lain dari menjadi pendengar yang baik yang tidak saya bahas disini. Namun, dari apa yang Anda baca sekarang, saya yakin jika Anda telah mendapatkan sesuatu yang berharga dan bermanfaat untuk diterapkan.
Akhir kata, semoga Anda belajar sesuatu kali ini dan menjadi seorang pendengar yang baik bagi orang lain dan bagi diri sendiri kedepannya.