Dalam artikel kali ini, Anda dapat menemukan sebuah perspektif baru, mengenai betapa singkatnya waktu yang kita miliki untuk hidup di dunia ini. Mulai dari kelahiran, perjalanan hidup, sampai pada akhir kehidupan. Saya juga akan memberikan Anda sebuah gambaran mengenai apa yang harus kita lakukan dengan sisa waktu yang ada, sebelum kita akan “tiada”.
Mari kita mulai.
Let’s talk about death.

Dalam menjalani hidup pasti ada yang dinamakan kelahiran dan juga kematian. Beberapa orang hidup di dunia lebih lama daripada yang lain, dan beberapa orang lagi mengalami hidup jauh lebih singkat daripada yang lainnya.
Sebagian orang mengeluhkan waktu yang berlalu begitu cepat, seolah-olah dengan satu kedipan mata, bertahun-tahun lamanya sudah terlewati. Begitu juga sebaliknya, sebagian orang yang lain justru menikmati waktu yang ada, menggunakannya sebaik mungkin, serta menerima juga memanfaatkannya dengan baik.
Namun,
Apakah waktu memang berlalu begitu cepat? Atau justru kitalah yang membuang waktu begitu banyak? Dan apa yang harus kita lakukan dengan keterbatasan waktu yang ada?
Untuk menjawabnya, mari kita melakukan flashback sejenak.
Jika kita mengacu pada teori “Big Bang”, menurut Journal of Cosmology and Astroparticle Physics, dikatakan bahwa umur dari alam semesta ini mencapai 13,77 miliar tahun. Sedangkan umur dari Bumi sendiri adalah 4,5 miliar tahun. Itu adalah waktu yang teramat sangat lama jika dibandingkan dengan usia makhluk hidup di Bumi.
Berbicara mengenai waktu dalam kehidupan. Memang, memiliki usia panjang adalah impian bagi banyak orang. Bahkan beberapa masyarakat di dunia memiliki rentang hidup lebih panjang daripada masyarakat lain di dunia.
Sebagai contoh seperti para masyarakat di Jepang, atau lebih tepatnya masyarakat di Okinawa misalnya.
Mayoritas masyarakat di Okinawa memiliki rentang hidup lebih dari 100 tahun. Bahkan membuat daerah Okinawa sendiri sering disebut dengan “the land of immortals” karena banyaknya penduduk disana yang berusia panjang.
Mari kita bandingkan dengan angka harapan hidup di Indonesia.
Di Indonesia sendiri tercatat memiliki angka harapan hidup sebesar 73,5 tahun, pada 2021. Terlihat cukup rendah jika dibandingkan dengan angka rentang hidup pada masyarakat di Okinawa.
Itu baru sekedar perbandingan angka harapan hidup antar negara.
Tapi terlepas dari itu, jika kita mencoba untuk membandingkan “usia kehidupan manusia” dengan “usia alam semesta serta Bumi ini” – barangkali kita akan sadar, bahwa keberadaan kita yang amat singkat ini sama sekali tidak berarti apapun.
Bak butiran debu yang bukan apa-apa.
Jika mengacu pada buku berjudul “Humankind karya Rutger Bregman”, dimana jika sejarah kehidupan di Bumi digambarkan sebagai satu tahun kalender, dan kehidupan pertama di Bumi dimulai pada tanggal 1 Januari. Umat manusia baru datang pada 31 Desember sekitar pukul 11 malam. Serta semua piramid, mesin uap, dan roket, baru terjadi dalam enam puluh detik terakhir sebelum tengah malam.

Lalu dalam sekejap mata, dari kemunculan manusia yang tiba-tiba, saat ini-kita (manusia) dalam waktu yang teramat singkat, memenuhi serta menjadi penguasa dari Bumi beserta seluruh isinya.
Sampai sini saya yakin, jika Anda sudah dapat membayangkan betapa singkatnya masa-masa kehidupan manusia jika dibandingkan dengan seluruh kejadian yang terjadi di planet ini.
Dan terkait dengan kehidupan, semua hal pasti memiliki masanya masing-masing.
Ada masa-masa ketika kita dilahirkan dan hidup.
Serta akan ada pula masanya ketika kehidupan kita berakhir.
Kelahiran dan kehidupan adalah hal yang normal.
Tapi begitu juga dengan kematian.
Yang sangat disayangkan, banyak orang menjalani hidupnya dengan berperilaku seolah-olah mereka akan hidup selamanya. Banyak juga orang yang membenci kematian, akan tetapi mencintai dan menunggu dengan tak sabaran jika mendengar sebuah kelahiran ataupun kehidupan.
Padahal kematian adalah nyata dan pasti.
Faktanya, semakin lama kita hidup, semakin banyak pula sel-sel kita yang akan mati.
Rambut mulai memutih, sel-sel di otak semakin lama semakin banyak yang mati, sel-sel di kulit juga mengalami penuaan serta pengeriputan.
Atau dapat dikatakan, “ketika kita dilahirkan, saat itulah kita mulai untuk mati“.
Saya tidak akan berdiskusi atau membahas apa yang akan terjadi setelah kematian. Apalagi komen macam-macam.
Tapi terlepas dari apa yang akan terjadi pasca kematian. Banyak orang merasa takut untuk mati, karena berpikir bahwa mati itu menyakitkan dan juga menyeramkan. Tapi pada dasarnya, ketika kita mati, kita tidak akan tahu jika kita sudah mati. Segala penderitaan dan kesedihan akan dirasakan oleh orang lain tanpa kita sadari.
Penyebab kematian bisa dikatakan tak terhingga, tapi yang pasti kematian adalah satu dan tetap sama. Dimanapun bahkan kapanpun.
Mungkin banyak dari kita yang sudah sadar bahwa manusia – makhluk yang memiliki waktu hidup “teramat singkat”, serta penguasa Bumi bak seorang anak “kemarin sore” ini – adalah satu-satunya makhluk hidup yang menganggap bahwa kematian adalah sebuah musuh.
Karena berkebalikan dari sebuah kelahiran ataupun kehidupan yang selalu dinanti.
Kematian selalu datang menghampiri secara tiba-tiba. Tanpa permisi, cenderung tanpa disadari, dan tanpa kompromi.
Serta fakta yang harus ditelan oleh semua orang adalah – “semua orang pasti akan mati”.
Pasti.
Kita lebih sering berbicara mengenai kisah hidup kita kepada orang lain. Kita lebih sering berbagi pengalaman menyenangkan ataupun pengalaman yang tak dapat terlupakan dengan orang-orang terdekat kita, entah itu pengalaman baik ataupun buruk. Kita juga sering menceritakan pengalaman hidup orang lain, bercerita tentang berbagai hal memorable, hal yang kita ingat atau pun alami.
Dari sini kita dapat melihat, jika kita selalu berbicara banyak hal mengenai atau pun menyangkut perihal kehidupan. Tapi sebaliknya, kita cenderung jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah berbicara mengenai kematian.
Memang, merupakan sebuah fakta yang tidak terbantahkan bahwa semua orang yang kita sayangi akan hilang, waktu hidup semua orang yang kita kenal juga akan berakhir. Bahkan itu semua juga berlaku bagi diri kita sendiri. Sebuah fakta yang cenderung membuat telinga bahkan perasaan kita menjadi tidak nyaman.
Namun, itu adalah sebuah pil pahit yang harus ditelan oleh semua orang.
Tapi bukannya tidak bermanfaat, dengan menyadari hal tersebut kita justru dapat menjalani hidup di dunia ini dengan lebih baik. Bak seperti mengonsumsi sayuran atau jamu pahit demi kesehatan diri kita sendiri. Serta seperti yang sudah kita tahu, kematian adalah akhir dari segalanya.

Pada dasarnya kita akan mati jauh lebih lama daripada kita hidup. Dan dengan menyadari bahwa setiap kehidupan akan berakhir, kita dapat menyadari bahwa kita adalah makhluk yang terbatas.
Banyak kebudayaan menyikapi kematian dengan cara-cara yang berbeda. Tapi kebanyakan orang akan selalu mengingat, atau membicarakan segala hal-hal baik yang pernah mereka alami dengan seseorang yang sudah tiada, serta mendoakan juga mengenangnya selama sisa hidup mereka.
Lalu, muncul sebuah pertanyaan untuk kita semua jawab – yakni:
Hal-hal baik apa saja yang ingin kita dengarkan dari mulut orang lain mengenai diri kita, ketika kita sudah tiada nanti?
Jawaban dari itu semua tergantung dari apa yang akan kita lakukan dalam hidup kita saat ini.
Karena itu, dengan sadar akan adanya keterbatasan waktu yang kita miliki, alangkah baiknya jika kita menjalani hidup ini dengan baik.
Menghargai segala momen-momen berharga. Mengapresiasi segala hal hingga yang terkecil sekalipun. Serta menikmati waktu yang tersisa dengan baik.
Saya sendiri terinspirasi sebuah statement dari seorang filsuf –
“Barang siapa tidak tahu bagaimana cara mati yang benar, ia tidak akan menjalani hidup dengan baik”
Seneca
Jadi, bagaimana cara Anda ingin dikenang ketika sudah tiada nanti, Anda sendiri yang akan menentukan.
Dan apapun ‘goals’ yang Anda miliki, itu semua ditentukan dari kebiasaan Anda – dari apa yang Anda lakukan hari ini dan yang akan datang.
Selangkah demi selangkah.
Tahap demi tahap.
Tetes demi tetes.
Dengan sisa waktu yang Anda punya.
“Time is what we want most,
and what we use worst”
Semoga bermanfaat,
Regards,
AL
Footnotes
- Banyak ide pokok penulisan kali ini saya ambil dari buku berjudul “Tentang Hidup yang Singkat – Seneca”, yang dapat saya rekomendasikan untuk Anda baca lebih lanjut.
- Untuk bahasan mengenai sejarah manusia, saya mengambil dari buku berjudul “Sapiens – Yuval Noah Harari” – yang akan memberi Anda jawaban mengapa manusia dapat menjadi “penguasa Bumi” sekarang ini.
- Saya juga mengambil sedikit kutipan dari buku “The 7 Habits of Highly Effective People – Stephen R. Covey, Jim Collins” – tentang apa yang ingin Anda dengarkan ketika “waktu” yang Anda miliki telah habis.
- Mengenai kematian, saya terinspirasi dari kisah seorang penulis bernama “Mo Gawdat” – dalam bukunya yang berjudul “Solve for Happy”, yang dimana segelintir pemikirannya juga saya tuliskan pada artikel kali ini.
Baca Juga: