Jika ada sebuah obat yang menyebabkan masalah gangguan mental, seperti kecemasan, kebencian, permusuhan, kesalah-pahaman, ketakutan, dan membuat kecanduan bagi peminumnya. Apakah kita atau mayoritas orang akan menggunakan obat itu?
Jawaban dari semua pertanyaan itu adalah “ya”. Karena yang saya maksud dan saya bahas disini sudah menjadi kecanduan terbesar saat ini. Obat yang sudah dikonsumsi oleh banyak orang, diedarkan secara bebas, secara besar-besaran, dan obat itu adalah “berita”.
Mengapa berita?
Silakan baca sampai selesai untuk tahu jawabannya.

Gangguan Mental dan Efek Plasebo
Kalau ngomongin soal berita, memang sudah sewajarnya kalau berita itu harusnya berisi fakta-fakta yang relevan. Seperti data-data yang akurat, hasil penelitian, wawancara, yang membuat isi dari berita itu bisa dipertanggung jawabkan, dan merupakan sebuah kebenaran.
Ada dua hal yang menarik jika berbicara mengenai kebenaran.
- Pertama – beberapa hal itu benar, baik kita percaya atau tidak. Seperti, air mendidih pada suhu seratus derajat celcius, Indonesia merdeka pada tahun 1945, dan Rupiah adalah mata uang Indonesia.
- Dan yang kedua – berbagai hal dapat menjadi sebuah kebenaran jika kita mempercayainya. Sering disebut sebagai (self-fulfilling prophecy), atau ramalan yang mewujudkan dirinya sendiri.
Sebagai contoh,
- Kalau misalkan kita percaya sebuah bank akan bangkrut, dan banyak orang juga percaya dengan itu, bisa jadi bank tersebut akan benar-benar bangkrut. Karena banyak orang tidak akan mau untuk menabung atau memasukkan uangnya kesana.
Atau contoh lain,
- Kalau misalkan ada seorang dokter yang memberikan sebuah obat kosong tanpa khasiat, dan sang dokter mengatakan bahwa jika kita meminum obat itu maka kita akan sembuh – bisa jadi kita akan benar-benar sembuh.
Itu semua disebut dengan efek ‘Plasebo’ – Yang dimana jika kita mempercayai suatu hal, bisa jadi apa yang kita percaya akan terjadi atau terwujud dengan sendirinya.

Bahkan menurut British Medical Journal – efek plasebo juga membantu dalam tiga perempat kasus medis, dan dalam setengah kasusnya – efeknya setara dengan efek pengobatan yang sesungguhnya
Dan yang menarik adalah efek ini juga berlaku sebaliknya.
Contoh terbesarnya pernah terjadi di Belgia, di satu sekolah kecil di kota Bornem pada tahun 1999.
Kasus tersebut adalah kasus dimana secara tiba-tiba ada sembilan orang anak yang mendadak sakit seperti gejala keracunan setelah istirahat makan siang.
Para guru dan staff pun langsung menyimpulkan, bahwa anak-anak tersebut telah keracunan karena coca-cola yang mereka minum waktu jam istirahat.
Beritanya pun langsung tersebar ke seantero Belgia. Bahkan di hari yang sama, perusahaan tersebut langsung mengeluarkan siaran pers, yang menyatakan bahwa jutaan botol minuman mereka akan ditarik dari toko-toko di Belgia.
Gejala keracunan pada anak-anak juga mulai bermunculan dimana-mana, sampai-sampai semua produk coca-cola, seperti fanta, sprite, dan beberapa produk lainnya, dianggap berbahaya untuk dikonsumsi bagi anak-anak.
Uji lab-pun telah dilakukan, mulai dari tes sampel minuman, tes darah, hingga tes urine para korban. Tapi ketika hasil labnya keluar, ditemukan kalau tidak ada kandungan apapun yang mencurigakan. Tidak ada racun, tidak ada pestisida, semuanya normal, semuanya bersih.
Para peneliti pun dibuat kebingungan, karena ribuan korban tersebut memang benar-benar sakit dan tidak berpura-pura. Hingga pada akhirnya para peneliti pun menyimpulkan, bahwa para korban memang sakit, tapi bukan karena coca-cola.
Sampai beberapa waktu pun berlalu, hingga kemudian para saintis pun bersepakat kalau para korban telah tertular suatu penyakit psikogenik massal. Atau dengan kata lain – “mereka cuma mengkhayalkannya”
Insiden coca-cola ini juga ditulis di berbagai portal berita dan buku, yang juga dapat disimpulkan sebagai salah satu contoh kebalikan dari efek Plasebo.
Atau — disebut juga dengan efek Nosebo.
Dengan adanya efek plasebo dan efek nosebo ini, telah membuktikan suatu hal krusial bagi kita, yang dimana bahwa sebuah gagasan pada akhirnya tidak pernah hanya menjadi sebuah gagasan.
Atau dengan kata lain – ‘kita adalah apa yang kita percaya’.
Jika efek plasebo mengarah ke dampak atau hal-hal positif, dan efek nosebo mengarah ke dampak negatif. Pertanyaannya yang muncul adalah: “apakah efek nosebo ini masih banyak kita jumpai sampai sekarang?“
Jawabannya adalah “ya”.
Melalui – berita.
Gangguan Mental dan Berita
Mungkin banyak dari kita yang dibesarkan atau dididik agar percaya kalau berita itu bagus untuk perkembangan. Atau dengan kata lain, semakin mengikuti berita, makin banyak juga pengetahuan kita.
Dan mungkin sampai saat ini, hal itu masih diajarkan oleh banyak orang tua ke anak-anaknya. Tapi sebaliknya, menurut banyak penelitian yang sudah dilakukan, berita adalah bahaya bagi kesehatan mental.
Tapi perlu dicatat, bahwa yang saya maksud berita disini bukan berarti seluruh jurnalisme.
Banyak juga bentuk jurnalisme yang bermanfaat dan dapat membantu kita untuk memahami dunia dengan lebih baik.
Tapi terlepas dari itu, pertanyaan yang perlu kita bahas adalah:
mengapa kita (manusia) sangat rawan untuk terpengaruh dengan suramnya berita?
Jawabannya adalah – karena kita akan lebih memperhatikan yang buruk daripada yang baik.
Dan fakta bahwa kita selalu dibombardir oleh berita-berita suram, yang notabene akan cenderung bertahan kuat dalam memori, itu akan justru membuat pandangan kita mengenai dunia akan melenceng dari yang seharusnya.
Sensasi
Terdapat sebuah pertanyaan menarik yang pernah muncul – yakni,
“Secara keseluruhan, menurut kalian, apakah dunia saat ini telah menjadi lebih baik, sama saja, atau lebih buruk?’
Pertanyaan tersebut adalah sebuah pertanyaan yang dituliskan dalam buku “Factfulness karya Hans Rosling” – yang diajukan kepada orang-orang di tiga puluh negara. Dan yang mengejutkan adalah bahwa sebagian besar jawaban yang didapat menyatakan bahwa “keadaan dunia saat ini lebih buruk atau memburuk”.
Akan tetapi jika dilihat dengan berbagai fakta yang ada, keadaan dunia justru menunjukkan kebalikannya.
Tingkat kemiskinan menurun, kematian anak menurun, tingkat kejahatan, kelaparan, dan jumlah kecelakaan, semuanya telah menurun. Atau dapat disimpulkan bahwa kita sedang hidup pada era paling kaya, aman, dan sehat yang pernah terjadi.
Tapi mengapa banyak orang yang tidak menyadari itu?
Jawaban Sederhananya, adalah karena berita selalu mengangkat berbagai hal yang jarang terjadi. Seperti kelaparan, kekerasan, kecelakaan, kejahatan, atau dapat disimpulkan seperti –
Semakin jarang sebuah peristiwa terjadi, semakin besar pula beritanya
Kita mungkin tidak pernah atau jarang melihat berita yang memiliki topik seperti misalnya –
“jumlah kejahatan telah menurun drastis dibanding 20 tahun kemarin” atau “jumlah pesawat yang berhasil sampai tujuan dan mendarat dengan selamat berjumlah ratusan ribu pesawat”.
Yang padahal – “Suatu hal yang disampaikan dan diulangi secara terus-menerus, lama-kelamaan akan membuat orang menjadi percaya akan hal tersebut, termasuk kebohongan” – Mungkin kalimat barusan sudah banyak dari kita yang tahu atau pernah dengar, dan kalimat itu sangat mewakilkan mengenai apa yang ingin saya sampaikan dalam artikel ini.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh beberapa ahli sosiologi Belanda, yang mengamati bagaimana kecelakaan pesawat terbang diliput oleh media, antara tahun 1991 dan 2005. Ketika jumlah kecelakaan pesawat konsisten turun.
Mereka mendapati bahwa ‘perhatian media’ terhadap kecelakaan seperti itu justru konsisten naik. Dan mereka menyimpulkan, bahwa karena itulah orang akan jadi semakin takut terbang dengan pesawat yang semakin aman.
Jika boleh jujur, kalian bisa setuju atau tidak. Value yang paling sering kita dapatkan ketika kita mengonsumsi berita adalah kita hanya jadi punya topik untuk dibicarakan dengan orang lain yang juga mengonsumsi berita.
Yang padahal, berita itu sendiri hampir dan cenderung sama sekali tidak berguna dalam menentukan apa yang harus kita lakukan dengan hidup kita agar lebih baik..
Tapi mengapa berita seringkali hanya memberitakan kejadian-kejadian suram di sekitar kita?
Seperti yang sudah saya jelaskan, kita hidup di era paling aman dan kaya dari sebelumnya.
Dan bisa diprediksi, bahwa hidup setiap orang sudah cukup untuk dibilang “baik-baik saja”. Tapi “baik-baik saja” itu terasa membosankan. Dan karena kata “baik dan bosan” itu tidak cocok untuk iklan, maka banyak berita-berita menyediakan berbagai hal yang sensasional, agar menguntungkan bagi mereka.
Well, dalam berbagai kasus – beberapa media juga terlihat “memihak” dengan satu sisi, dan media berita yang lain juga terlihat “memihak” dengan sisi lain yang berlawanan.
Sehingga dapat menggiring opini publik sesuai yang mereka inginkan atau butuhkan.
Dan bisa jadi, mereka menutup-nutupi beberapa hal agar “oknum” yang mereka bela seolah-olah terlihat “benar”, atau “lebih baik” daripada kenyataannya. Akan tetapi untung saja hal tersebut tidak pernah terjadi di Indonesia, dan hanya terjadi di Wakanda.
Kesimpulan
Banyak orang-orang terpapar efek nosebo karena mengonsumsi berita. Beberapa teman-teman saya ada juga yang sampai tidak berani naik pesawat karena menganggap pesawat sangat rawan kecelakaan.
Bahkan mungkin diantara kita ada yang berpikir bahwa dunia sekarang penuh dengan kejahatan. Padahal faktanya dunia tidak seperti itu. Lebih parahnya lagi, masih banyak orang-orang yang percaya tentang berita hoax atau konspirasi-konspirasi yang tidak jelas sumber dan asal usulnya darimana. Dan seringkali masuk serta dibagikan di grup whatsapp keluarga, yang tidak jelas siapa pembuatnya.
Satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa poin saya disini adalah bukan semata-mata kita harus menghindari berita sepenuhnya. Tapi setidaknya, kita harus bisa memilih berita apa yang ingin kita lihat, berita apa yang bermanfaat, dan berita apa yang mungkin kita butuhkan.
Karena barangkali kita pernah terpengaruh oleh efek Nosebo yang ditimbulkan dari berita-berita yang ada. Dan karena sumber informasi begitu banyak, setidaknya kita harus membiasakan diri untuk tidak hanya mendapatkan informasi dari satu sumber saja, melainkan dari berbagai sumber berbeda untuk memvalidasi kebenarannya.
Lagipula, bukan hal yang tidak mungkin jika kita berhenti atau setidaknya membatasi diri untuk mengonsumsi berita, kita dapat terhindar dari rasa cemas, takut, atau salah persepsi mengenai berbagai hal, atau dalam kata lain – hidup kita dapat menjadi lebih tenang daripada sebelumnya.
Dan mungkin salah satu alternatif lain yang bisa kita terapkan adalah dengan membaca buku. Karena dalam informasi yang berkualitas, membaca buku tetaplah bisa menjadi sebuah alternatif pilihan.
Tapi terlepas dari dampak berita yang baru saja kita bahas, mungkin diantara kalian ada yang penasaran dan bertanya-tanya mengenai dampak yang ditimbulkan oleh sosial media, dan apakah sosial media memang benar-benar menyebabkan banyak orang mengalami depresi? Untuk menjawab hal tersebut silakan membaca artikel yang satu ini, untuk mendapatkan gambaran lebih jelasnya.
Mungkin itu dulu pembahasan kali ini.
Semoga bermanfaat.
Baca Juga: