Sebagai disclaimer, dalam artikel kali ini kita akan membahas berbagai macam kemungkinan yang bisa saja terjadi di masa depan, mengenai bahaya, potensi, serta dampak perkembangan artificial intelligence (AI), yang saya yakin jika Anda membaca artikel ini sampai selesai, Anda akan berpikir berulang kali dalam menyikapi penggunaan teknologi saat ini dan yang akan datang.
Dan kali ini kita akan membahas mengenai A.I.
Artificial Intelligence

Sejarah Singkat Perkembangan Artificial Intelligence
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai bahaya ataupun dampak negatif artificial intelligence (AI), bagi yang belum tahu mengenai AI – secara singkat, AI adalah sebuah kecerdasan komputer yang diprogram agar memiliki kepintaran seperti layaknya manusia, dan bukan hanya itu – AI juga adalah program yang dapat terus belajar dengan sendirinya, serta membenahi diri sendiri dengan data-data yang diperoleh.
Sering juga disebut dengan istilah “algoritma”.
Sebelum membahas AI di masa depan, kita akan kembali menengok ke belakang terlebih dahulu tepatnya pada tahun 1996 dimana AI pertama kali diperkenalkan.
Di tahun tersebut terjadi sebuah peristiwa yang sangat mengguncang dan sangat menghebohkan pemahaman orang-orang akan teknologi dan kecerdasan komputer. Dimana sebuah superkomputer yang dikembangkan oleh IBM bernama ‘Deep Blue’, berhasil mengalahkan juara dunia catur pada saat itu yang bernama ‘Garry Kasparov’.

Dalam permainan catur sendiri terdapat ratusan juta variasi langkah yang bisa diambil, dan oleh karena itu permainan catur menjadi salah satu sarana favorit dalam menguji kecerdasan artifisial.
Dan kejadian atas menangnya Deep Blue atas Garry Kasparov masih menjadi sebuah permulaan untuk sesuatu yang lebih besar. Sejak peristiwa itu, komputer terus meningkatkan performanya dalam permainan catur dengan pesat. Hingga lahirlah sebuah program bernama –‘Stockfish’—
Stockfish sendiri selalu menjadi pemenang atau juara kedua di hampir semua turnamen software catur terpandang sejak 2014. Bahkan dapat dikatakan bahwa program ‘Stockfish’ adalah raja yang memuncaki komputerisasi catur pada saat itu.
Hingga pada 7 Desember 2017. Sebuah program baru bernama AlphaZero yang dimiliki oleh ‘Google’ hadir untuk menghadapi Stockfish dalam permainan catur.
Yang mengejutkan adalah, dari 100 kali pertandingan antara AlphaZero melawan Stockfish, AlphaZero menang dua puluh delapan kali dan seri tujuh puluh dua kali. Atau dapat dikatakan bahwa ‘AlphaZero’ tidak pernah kalah, bahkan sekali pun.
Bukan hanya itu, yang lebih mengejutkan lagi adalah program AlphaZero tidak pernah mengenal permainan catur sebelumnya, dan untuk pertandingan melawan Stockfish kala itu, program AlphaZero hanya membutuhkan waktu selama empat jam – Untuk belajar catur dari nol, dengan melawan dirinya sendiri, tanpa pernah mengenal catur sebelumnya, dan tanpa bantuan dari manusia.
Tapi tidak berhenti sampai situ saja.
AlphaZero juga bertanding dalam permainan catur Jepang atau disebut juga dengan permainan ‘Shogi’, melawan program Shogi terbaik bernama “Elmo”. Dan dari seratus kali pertandingan, AlphaZero menang sembilan puluh kali, kalah delapan kali, dan seri dua kali. Juga sekali lagi, AlphaZero bahkan belum tahu cara memainkan shogi sebelumnya.
Namun ini barulah sebuah permulaan.
Ancaman dan Dampak Perkembangan Artificial Intelligence
Jika kita berbicara mengenai AI, mungkin sudah banyak dari kita yang tahu berita tentang ‘Elon Musk’ yang sempat khawatir dan memberikan peringatan mengenai bahaya serta dampak negatif Artificial Intelligence di masa depan.
Selain itu, banyak juga film-film bergenre fiksi ilmiah yang menceritakan mengenai robot super canggih, yang memberontak dan membasmi manusia seperti dalam film “Terminator”.

Seperti halnya cerita dalam film, faktor tersebut juga adalah faktor yang membuat banyak orang takut dengan AI karena khawatir jika AI, algoritma, ataupun robot-robot cerdas yang diciptakan oleh manusia, bisa saja memberontak dan melawan balik para penciptanya.
Tapi masalah nyata dengan robot atau AI mungkin adalah sebaliknya.
Kita harus takut karena mereka mungkin akan patuh pada tuannya dan tidak akan memberontak. Masalah sebenarnya dengan robot bukanlah kecerdasan mereka sendiri, tapi kebodohan dan kekejaman alami dari tuan mereka, yakni manusia itu sendiri.
Tapi apakah di masa depan ancaman kita hanyalah mengenai robot yang memberontak seperti dalam film terminator?
Jawabannya adalah tidak.
Ada juga ancaman lain yang sama-sama beresiko, yakni adalah “sistem pengawasan”.
Jika sistem pengawasan berada di tangan “pemerintahan yang jinak”, mungkin algoritma pengawasan yang kuat bisa saja menjadi hal terbaik yang pernah terjadi pada manusia.
Tapi coba kita bayangkan kalau semisalkan kita hidup dalam rezim seperti di Korea Utara, yang kemudian menerapkan algoritma pengawasan dengan ketat, dimana setiap individu diawasi dan dimonitor sepanjang waktu.
Mereka bukan hanya akan tahu persis apa yang kita pikirkan atau lakukan, namun juga bisa membuat kita merasakan atau melakukan apapun yang diinginkan oleh rezim. Dan karena algoritma sangat mengenal setiap orang, pemerintah otoriter bisa saja dapat memperoleh kontrol mutlak atas warga negaranya. Bahkan perlawanan terhadap rezim semacam itu mungkin sama sekali mustahil.
Menerima Dampak Perkembangan Artificial Intelligence
Sebagian orang memang merasa ngeri dengan perkembangan AI, tapi faktanya, jutaan orang menerimanya dengan sukarela. Saat ini pun sudah banyak orang yang menyerahkan data privasi mereka, dan peralihan otoritas dari manusia ke algoritma sudah terjadi di sekeliling kita.

Coba kita pikirkan, bagaimana miliaran orang mempercayakan salah satu tugas terpenting mereka kepada algoritma Google untuk mencari informasi yang relevan dan dapat dipercaya.
Dan karena kita semakin mengandalkan Google untuk mencari jawaban atas pertanyaan kita, maka kemampuan kita untuk mencari informasi secara mandiri pun semakin berkurang. Karena itulah algoritma mungkin akan mendapatkan otoritas lebih, karena kita percaya dan belajar dari pengalaman untuk mempercayakan berbagai hal kepada algoritma atau AI.
Dan faktanya – sudah hari ini, sebuah ‘kebenaran’ ditentukan oleh hasil pencarian teratas Google.
Kesalahan dan Ketidaksempurnaan AI
Jika ada yang bertanya apakah AI bisa saja salah?
Jawabannya adalah bisa.
Tapi AI tidak harus sempurna, AI hanya harus lebih baik dari manusia rata-rata. Dan seiring berjalannya waktu, database akan tumbuh, data statistik akan lebih akurat, algoritma akan terus membaik, dan pengambilan keputusan-pun juga akan menjadi lebih baik.
Bahkan bisa jadi, karena lama-kelamaan keputusan AI akan menjadi sangat baik dan akurat, mungkin kita sebagai manusia akan benar-benar gila kalau tidak mengikuti nasihatnya.
Tapi coba kita bayangkan apa yang akan terjadi jika AI dapat mengingat, menganalisis, dan merancang lebih baik dari manusia?
Bukan hal yang mustahil bahwa AI dan robot akan menggantikan manusia dalam berbagai bidang pekerjaan yang ada. Memang, jika AI tidak memiliki emosi ataupun perasaan, tapi selama pekerjaan yang mereka lakukan jauh lebih baik daripada manusia, berbagai hal tentang emosi serta perasaan tidak akan menjadi sesuatu yang penting.
Lagipula manusia mempunyai banyak sisi kelemahan, manusia dapat merasakan lelah, sedih, sakit, dan manusia tidak dapat standby selama 24 jam. Sedangkan AI dan robot dapat mengatasi itu semua, bahkan melakukan berbagai hal secara bersamaan di waktu yang sama.
Tergantikan oleh AI
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh dua peneliti Oxford, mengatakan bahwa berbagai jenis pekerjaan di masa depan kemungkinan akan diambil alih oleh algoritma komputer, seperti telemarketer, wasit olahraga, kasir, dan masih banyak lagi.
Pekerjaan yang akan digantikan oleh AI mungkin sudah mulai terihat di depan mata. Tapi masalah paling berat yang harus dipikirkan oleh manusia adalah bukan mengenai masalah pengangguran ataupun membuka lapangan pekerjaan yang baru.
“Tapi membuka lapangan pekerjaan baru yang dimana manusia akan jauh lebih unggul daripada AI.”
Kita tidak tahu bagaimana pasar kerja pada tahun 2040 atau 2050, dan karena itu, kita tidak tahu apa yang harus kita ajarkan kepada anak-anak kita. Bahkan mungkin sebagian yang diajarkan di sekolah saat ini, tidak akan relevan di 30 atau 40 tahun mendatang.
Aset Terbesar Saat Ini
Jika kita melihat ke belakang, pada zaman dahulu aset paling penting manusia adalah tanah. Orang-orang dan sistem politik pada zaman dahulu semuanya berjuang untuk mengendalikan tanah serta memperbesar wilayah. Bahkan melalui perang sekalipun.
Dan di era industri modern, mesin dan pabrik telah menjadi aset terpenting manusia. Bahkan Setara atau mungkin bisa dibilang lebih penting daripada tanah.
Tapi pada abad ke 21, ada sebuah aset yang menggeser tanah dan mesin sebagai aset paling berharga, aset tersebut adalah Data.

Sistem politik dan para raksasa teknologi semuanya berjuang untuk mengontrol dan mendapatkan data setiap orang. Bahkan semua perlombaan untuk mengontrol dan mendapatkan data sudah terjadi saat ini, serta dipimpin oleh para raksasa teknologi, dan yang paling terkenal adalah Google dan Facebook.
Model bisnis yang mereka lakukan adalah dalam tanda kutip “mencari perhatian”. Dimana mereka memberikan kita berbagai macam informasi, layanan dan hiburan secara gratis. Lalu kemudian mereka menjual “perhatian” kita untuk para pengiklan.
Tapi, bisa jadi tujuan mereka semua adalah jauh lebih besar dari itu. Ditambah lagi, dengan menangkap perhatian kita, mereka dapat berhasil mengumpulkan data tentang setiap orang, dalam jumlah yang sangat besar, yang lebih bernilai ketimbang pendapatan dari iklan apapun.
Lalu muncul sebuah pertanyaan menarik untuk dapat kita pikirkan baik-baik:
“Sebenarnya, kita adalah pengguna produk mereka – atau justru kitalah yang menjadi produk mereka?”
Lalu jika berbicara mengenai data, bagaimana cara Google dan Facebook mendapatkan data-data setiap orang?
Jawabannya adalah kitalah yang memberikannya secara gratis. Dengan imbalan berbagai layanan dan video-video ataupun postingan yang bisa kita tonton secara gratis.
Dan satu lagi, jangan lupa, semakin banyak data yang diperoleh, maka AI atau sistem algoritma, lama-kelamaan juga akan semakin pintar dan akurat.
Data – AI – dan Privasi
Dengan data yang begitu banyak, kepintaran serta perhitungan algoritma juga tidak lepas dalam dunia medis.
Sebagai contoh pada tahun 2008 Google pernah meluncurkan sebuah proyek bernama “Google Flu Trends” – yang melacak wabah flu dengan memantau mesin pencarian Google.
Meskipun layanan itu masih dalam tahap pengembangan dan dihentikan pada tahun 2015, nyatanya layanan tersebut bisa memperingatkan adanya bahaya 10 hari lebih cepat daripada layanan kesehatan biasa. Itupun Google melakukannya dengan adanya keterbatasan privasi yang dimiliki oleh setiap orang, jadi yang mereka bisa lacak hanyalah berdasarkan “kata-kata” di mesin pencarian mereka.
Tapi coba kita bayangkan bagaimana jika kita mengabaikan privasi kita masing-masing, dan memberikan otoritas penuh kepada Google beserta raksasa teknologi lainnya, agar dapat memiliki akses bebas ke peralatan biometrik, pindaian DNA, dan catatan medis kita.
Well, kita pasti akan lebih mudah untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada, sel kanker dapat dideteksi sebelum kita merasakannya, atau bahkan penyakit Alzheimer maupun penyakit jantung dapat kita antisipasi sebelum terlanjur parah. Serta dapat dipastikan, jika sistem semacam itu pasti akan mengenal dan mengetahui diri kita lebih banyak, bahkan lebih baik daripada diri kita sendiri.
Dan karena algoritma lebih tau dan paham akan diri kita melebihi kita sendiri, maka bukan tidak mungkin, jika lama-kelamaan kita akan memberikan otoritas sepenuhnya kepada algoritma untuk memberikan berbagai macam keputusan atas diri kita.
Kesimpulan dari Dampak Perkembangan Artificial Intelligence
Karena barangkali database yang kita miliki sudah terlanjur kita berikan secara cuma-cuma, saat ini kita hanya bisa berharap, semoga para raksasa teknologi tidak menyalahgunakan database kita masing-masing.
Namun memang benar, dengan kemajuan AI hidup manusia akan menjadi lebih mudah dalam berbagai aspek. Tapi secara paradoks, dengan adanya kemajuan AI pasti akan ada juga ancaman yang bisa berdampak serius dalam kelangsungan hidup manusia.
Mungkin yang kita bahas kali ini hanyalah secuil dari kekhawatiran orang-orang akan AI yang akan semakin pintar dan maju.
Tapi apakah kita bisa menghentikannya? Ataukah kita hanya mampu untuk memperlambatnya? Dan apakah kita siap untuk menanggung segala resiko yang ada? Serta bagaimana cara kita mempersiapkan diri untuk menghadapi sesuatu yang lebih pintar dari kita?
Kelak kita akan mengetahui semua jawabannya.
Footnotes
Segala riset serta pembahasan mengenai AI, sebagian besar saya baca dalam buku Homo Deus dan 21 Lesson for the 21st Century karya Yuval Noah Harari, serta buku Everything is F*cked karya Mark Manson, yang juga dapat saya rekomendasikan untuk Anda baca.
Baca Juga:
- Hidup Di Dunia: Tentang Hidup yang Singkat
- Salah Kaprah Tentang Makna Kebahagiaan
- Pengaruh Media Sosial: Bukan Jadi Penyebab Masalah Mental
- Gangguan Mental: Mengonsumsi Berita Bisa Menjadi Penyebabnya
- Global Warming: Bencana Karena Uang, Ekonomi, dan Manusia
- Sejarah Uang Di Dunia dan Fakta Uang yang Jarang Dibahas